Home / Pendidikan / Gen Z Belajar Bahasa Indonesia, Masih Relevan atau Cuma Formalitas?

Gen Z Belajar Bahasa Indonesia, Masih Relevan atau Cuma Formalitas?

Oleh: Elfrida Putri Aulia

Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Di tengah era digital yang berkembang pesat, Generasi Z (Gen Z) hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat dinamis dan global. Gaya komunikasi mereka lebih cepat, fleksibel, dan akrab dengan bahasa visual maupun bahasa gaul. Di tengah kondisi ini, muncul pertanyaan penting: apakah pembelajaran Bahasa Indonesia masih relevan, atau hanya menjadi formalitas dalam sistem pendidikan?

Bahasa Indonesia: Masih Perlu untuk Gen Z?

Menurut penelitian dalam Jurnal Sabda (Sitepu et al., 2024), Bahasa Indonesia masih memiliki peranan penting dalam membentuk karakter Gen Z. Penguasaan bahasa nasional bukan hanya soal aturan kebahasaan, melainkan juga bagian dari identitas bangsa dan media pembentuk kepribadian generasi muda. Namun di sisi lain, laporan dari Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (Amalyah et al., 2024) mengungkapkan adanya penurunan budaya literasi dan kurangnya minat terhadap penggunaan Bahasa Indonesia baku. Gen Z lebih sering menggunakan bahasa campuran atau istilah asing dalam percakapan sehari-hari, terutama di media sosial.

Tantangan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Beberapa jurnal mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kalangan mahasiswa Gen Z:

  1. Pengaruh Bahasa Gaul & Media Sosial

Jurnal Bahtera Indonesia (Algofiqi et al.) menunjukkan bahwa penggunaan bahasa gaul makin mengikis kemampuan Gen Z dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak mahasiswa mengaku kesulitan menulis formal karena terbiasa menggunakan kalimat pendek, tidak baku, dan penuh singkatan.

  1. Kesan sebagai Mata Kuliah ‘Pelengkap’

Dalam Jurnal Protasis (Cahayu et al., 2024), ditemukan bahwa sebagian mahasiswa melihat Bahasa Indonesia sebagai pelajaran wajib yang tidak terlalu penting dibandingkan mata kuliah lain. Hal ini karena metode pengajaran cenderung monoton dan tidak kontekstual.

  1. Kurangnya Integrasi dengan Teknologi

Sebagian dosen masih menggunakan metode ceramah konvensional, belum banyak yang memanfaatkan media interaktif atau platform digital seperti YouTube, podcast, atau game edukatif. Padahal, menurut Jurnal Pendidikan Bahasa dan Budaya (Ramadhani et al.), media sosial seperti YouTube bisa menjadi sarana edukasi Bahasa Indonesia yang sangat efektif jika dikemas secara menarik

Bahasa Indonesia dalam Komunikasi Gen Z

Meski terlihat “menjauh” dari bahasa baku, Gen Z ternyata masih menghargai Bahasa Indonesia dalam konteks formal. Penelitian dari Jurnal Membaca Bahasa dan Sastra Indonesia (Fauziah & Saputra) mengungkap bahwa dalam situasi akademik seperti presentasi, seminar, dan penulisan karya ilmiah, mayoritas Gen Z tetap menggunakan bahasa Indonesia formal, meskipun gaya sehari-harinya jauh lebih fleksibel. Temuan ini diperkuat oleh penelitian Jurnal Riset Pendidikan Bahasa (Ramadhani et al., 2025), yang menekankan bahwa bahasa Indonesia tetap menjadi simbol pemersatu dan alat komunikasi resmi di ruang publik.

Jalan Tengah: Membuat Bahasa Indonesia Relevan Lagi

Agar pembelajaran Bahasa Indonesia tidak terkesan formalitas, beberapa strategi disarankan berdasarkan jurnal-jurnal yang telah disebutkan:

Pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan kehidupan siswa sehari-hari. Penggunaan media seperti YouTube, podcast, TikTok, dan platform sosial lainnya dapat menjadi sarana kreatif untuk melatih keterampilan berbahasa secara lisan maupun tulisan. Materi pelajaran juga sebaiknya dikaitkan dengan budaya populer dan isu-isu terkini agar lebih kontekstual dan menarik. Selain itu, pendekatan multiliterasi penting untuk melatih siswa berpikir kritis terhadap berbagai jenis teks, baik cetak maupun digital.

Penggunaan bahasa gaul tidak perlu dihindari, melainkan dijadikan bahan refleksi untuk mengajarkan ragam bahasa sesuai konteks. Ini membantu siswa lebih sadar dalam memilih gaya bahasa yang tepat. Di sisi lain, pembelajaran Bahasa Indonesia juga bisa menjadi sarana pelestarian budaya melalui pengangkatan kearifan lokal seperti cerita rakyat atau tradisi daerah. Dengan menggabungkan teknologi, konteks budaya, dan pendekatan kritis, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat menjadi lebih relevan, menyenangkan, dan bermakna.

Penutup

Bahasa Indonesia masih sangat relevan untuk generasi Gen Z asal diajarkan dengan pendekatan yang tepat. Relevansi ini tidak hanya terletak pada fungsi komunikatif, tetapi juga pada nilai identitas, budaya, dan pemikiran kritis. Jika sistem pendidikan terus menganggap Bahasa Indonesia sebagai pelengkap formal, maka tidak heran jika mahasiswa hanya menjalaninya sebagai formalitas. Namun jika diposisikan sebagai alat ekspresi, kreativitas, dan penghubung lintas budaya, maka Bahasa Indonesia akan tetap hidup bahkan di tangan Gen Z. Ayo, Gen Z! Buktikan bahwa kamu bukan generasi yang melupakan akar budayanya. Gunakan Bahasa Indonesia bukan hanya karena kewajiban, tapi karena kebanggaan. Jadikan bahasa ini alat untuk berpikir kritis, berkarya kreatif, dan bersuara lantang di era digital. Kalau bukan kita yang menghidupkannya, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Tinggalkan Balasan