Home / Pendidikan / Mesjid Sebagai Pusat Penanaman Nilai Dakwah

Mesjid Sebagai Pusat Penanaman Nilai Dakwah

Oleh: Elsa Susanti Banurea

Penulis Merupakan Mahasiswa Pada Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah UIN  Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Masjid adalah tempat utama penanaman nilai dakwah. Selain salat, banyak fungsi masjid, seperti membentuk karakter anak muda. Selama ini dakwah hanya ceramah atau teori. Padahal di kehidupan nyata, dakwah harus lebih hidup. Contohnya, nilai ukhuwah, keadilan, kejujuran, dan kepedulian bukan sekadar teori, tapi harus diterapkan.

Sayangnya, sebagian masyarakat masih melihat masjid hanya sebagai tempat ibadah ritual. Padahal, melalui kegiatan jamaah, generasi muda dapat belajar banyak hal: persaudaraan yang terjalin lewat saling menyapa, kebersamaan dalam gotong royong membersihkan masjid, hingga etika keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah semacam ini lebih menyentuh karena disampaikan lewat perbuatan.

Sarana Pendidikan; Masjid menjadi ruang belajar terbuka melalui pengajian, kajian rutin, maupun halaqah. Pemuda bukan hanya mempelajari ilmu agama, tetapi juga nilai moral. Misalnya, saat membahas kisah Nabi, mereka belajar kejujuran dan amanah. Nilai ini semakin kuat ketika dipraktikkan, seperti mengelola dana kas masjid dengan penuh tanggung jawab.

Penguatan Interaksi Sosial; Kehidupan berjamaah di masjid menjadi “sekolah sosial” bagi pemuda. Dari kebiasaan sederhana, seperti menyambut jamaah dengan senyum dan menjaga kebersihan, mereka belajar saling menghormati, toleransi, serta tolong-menolong. Dakwah hadir melalui kebiasaan kecil yang menumbuhkan keakraban dan menghapus sekat perbedaan.

Wujud Kepedulian; Melalui zakat, infaq, sedekah, atau aksi sosial, masjid mengajarkan dakwah kepedulian. Pemuda yang terlibat dalam penyaluran bantuan bagi fakir miskin atau korban bencana belajar bahwa dakwah tidak hanya soal ibadah ritual, tetapi juga menghadirkan keadilan dan meringankan beban sesama.

Laboratorium; Keterlibatan pemuda dalam kepengurusan atau kegiatan masjid menjadi sarana kaderisasi. Mengelola program Ramadan, menyampaikan kajian singkat, atau berkoordinasi dengan masyarakat adalah latihan kepemimpinan yang berharga. Dari sini lahir kader dakwah yang siap berkontribusi bagi umat.

Namun, tantangan juga ada. Minat pemuda untuk aktif di masjid sering rendah. Kajian yang monoton atau kurang relevan membuat mereka kurang tertarik. Karena itu, pengurus masjid perlu menghadirkan program kreatif: kajian tematik tentang isu-isu aktual seperti kesehatan mental atau karier, pemanfaatan media digital, hingga kolaborasi dengan komunitas.

Jika masjid mampu menjalankan peran ini secara optimal, dampaknya besar: lahir generasi yang tidak hanya rajin beribadah, tetapi juga berintegritas, peduli sosial, dan siap berkontribusi. Nilai dakwah dari masjid akan menyebar ke keluarga, kampus, hingga masyarakat luas, melahirkan pribadi yang berakhlak mulia.

Kesimpulannya Masjid seharusnya dipahami sebagai pusat penanaman nilai dakwah yang dinamis. Di dalamnya, generasi muda dapat belajar, berinteraksi, dan mempraktikkan nilai Islam secara nyata. Dengan program yang kreatif dan relevan, masjid akan melahirkan pribadi unggul yang siap menjadi agen perubahan menuju masyarakat yang lebih baik ,berdaya saing, berakhlak mulia dan penuh inspirasi.

Tinggalkan Balasan