Home / Mahasiswa / Bahasa Indonesia di Era Gen Z; PR Besar bagi Para Guru

Bahasa Indonesia di Era Gen Z; PR Besar bagi Para Guru

Oleh: Elfrida Putri Aulia

Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara manusia berbahasa dan berkomunikasi. Generasi Z-yakni generasi yang lahir pada kisaran tahun 1997 hingga 2012-hidup di tengah dunia yang serba cepat, praktis, dan terhubung dengan internet. Mereka tumbuh bersama media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X (Twitter) yang memengaruhi cara berpikir, berinteraksi, dan mengekspresikan diri. Dalam komunikasi sehari-hari, mereka kerap menggunakan bahasa yang tidak baku, penuh singkatan, serta mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Misalnya, istilah seperti “cringe”, “vibes”, “literally”, atau singkatan seperti “btw”, “idk”, dan “wkwk” menjadi bagian dari percakapan mereka.

Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa terus berkembang dan beradaptasi dengan zaman. Namun di sisi lain, perubahan gaya bahasa ini menjadi tantangan besar bagi guru Bahasa Indonesia yang bertugas menjaga agar generasi muda tidak kehilangan kemampuan berbahasa yang baik, benar, dan beretika.

Data dan Fakta Pendukung

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2023, sebanyak 73% pelajar SMA di Indonesia mengaku sering menggunakan bahasa campuran (Indonesia-asing) dalam percakapan daring maupun tugas sekolah. Selain itu, sekitar 65% siswa menganggap penggunaan bahasa baku “terlalu kaku” untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di media sosial. Fakta ini memperlihatkan adanya pergeseran sikap berbahasa yang cukup signifikan di kalangan remaja.

Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2023, tercatat bahwa lebih dari 90% pengguna internet di Indonesia berasal dari kalangan Generasi Z dan Milenial. Dari jumlah tersebut, sekitar 78% mengaku lebih sering menggunakan media sosial untuk berkomunikasi daripada berbicara langsung. Kondisi ini menunjukkan bahwa ruang digital telah menjadi tempat utama bagi generasi muda untuk berekspresi dan berinteraksi.

Tantangan Guru Bahasa Indonesia

Guru Bahasa Indonesia menghadapi tantangan ganda dalam kondisi ini. Di satu sisi, mereka harus menegakkan aturan kebahasaan agar siswa memahami struktur dan kaidah yang benar. Di sisi lain, mereka juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman agar pembelajaran tidak terasa membosankan dan tertinggal. Banyak guru mengaku kesulitan menarik minat siswa untuk menulis esai atau karya ilmiah karena siswa lebih terbiasa menulis dalam gaya santai seperti di media sosial.

Di sinilah kreativitas guru sangat diuji. Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak lagi bisa hanya berfokus pada hafalan kaidah, tetapi perlu dikemas secara kontekstual dan menarik. Misalnya, guru bisa mengajak siswa menganalisis bahasa yang digunakan di media sosial, kemudian mendiskusikan perbedaan antara bahasa gaul dan bahasa baku. Pendekatan seperti ini tidak hanya membuat pelajaran terasa relevan dengan kehidupan siswa, tetapi juga menumbuhkan kesadaran berbahasa yang lebih kritis dan reflektif.

Selain itu, perkembangan teknologi sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai alat bantu pengajaran yang efektif. Banyak aplikasi pembelajaran interaktif, kuis daring, hingga platform digital yang dapat digunakan guru untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan. Dengan menggunakan media digital secara kreatif, guru dapat menjembatani kesenjangan antara dunia akademik dan dunia digital yang akrab dengan Generasi Z.

Penutup

Perubahan gaya bahasa Generasi Z merupakan cermin dari perubahan sosial dan teknologi yang mereka alami. Bahasa gaul, singkatan, dan campuran bahasa asing bukanlah sesuatu yang sepenuhnya buruk, asalkan digunakan pada tempat dan konteks yang tepat. Namun, jika tidak diarahkan dengan baik, perubahan ini dapat mengikis kemampuan berbahasa Indonesia secara formal dan melemahkan rasa bangga terhadap bahasa sendiri. Di sinilah peran guru Bahasa Indonesia menjadi sangat penting—bukan hanya sebagai pengajar tata bahasa, tetapi juga sebagai pembentuk sikap dan karakter berbahasa generasi muda. Guru Bahasa Indonesia harus terus beradaptasi, memperbarui metode mengajar, serta menjadi teladan dalam berbahasa yang santun, kreatif, dan relevan dengan zaman. Tantangan ini memang tidak ringan, tetapi justru menjadi peluang untuk memperkuat posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan di tengah arus globalisasi.

Sudah saatnya kita semua-guru, siswa, orang tua, dan masyarakat luas-bersama-sama menjaga martabat bahasa Indonesia. Mari kita gunakan bahasa Indonesia dengan bangga, baik di ruang kelas maupun di dunia digital. Bagi para guru, jangan takut untuk berinovasi dalam mengajar dan beradaptasi dengan kebiasaan komunikasi Generasi Z. Sementara bagi siswa, jadilah generasi yang modern namun tetap menghargai bahasa sendiri. Ingatlah, kemajuan teknologi boleh mengubah cara kita berbicara, tetapi jangan sampai menghapus identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Dengan menjaga dan menggunakan bahasa Indonesia secara baik, kita telah ikut melestarikan warisan budaya dan jati diri bangsa di tengah derasnya arus global.

Tinggalkan Balasan