Oleh: Daralisa
Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe
Di era digital yang semakin maju, penggunaan HP dan digitalisasi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari anak-anak sekolah dasar hingga mahasiswa, hampir semua kalangan kini bergantung pada teknologi untuk mencari informasi dan berkomunikasi. Namun, kemudahan ini ternyata membawa dampak, terutama dalam menurunnya minat membaca dan menulis di kalangan pelajar.
Siswa di era perkembangan digital
Membaca dan menulis sebenarnya bukan sekadar kegiatan sekolah, tapi bagian penting dari cara kita belajar dan berkomunikasi. Lewat membaca, siswa bisa tahu banyak hal, mulai dari ilmu pengetahuan, cerita, sampai nilai-nilai kehidupan. Sedangkan lewat menulis, mereka bisa menuangkan pikiran dan perasaan dengan cara yang terarah (Tarigan, 2011:24). Tapi sayangnya, sekarang kebiasaan itu mulai berkurang.
Banyak siswa yang lebih suka bermain gawai, menonton video, atau main media sosial daripada membaca buku (Putra, 2021:10). Padahal, kemampuan membaca dan menulis pakai Bahasa Indonesia itu penting banget. Selain membantu siswa berpikir lebih kritis, juga membuat mereka bisa berkomunikasi dengan baik dan menjaga bahasa kita sendiri. Kalau dibiarkan, nanti anak-anak bisa jadi pintar teknologi tapi lemah dalam memahami dan menyampaikan ide. Karena itu, perlu ada upaya dari sekolah, guru, dan juga orang tua supaya kegiatan membaca dan menulis bisa terasa menarik, bahkan di tengah kemajuan dunia digital sekarang.
Tantangan di era digital
Hadirnya teknologi memang membawa banyak manfaat, tapi di sisi lain juga menimbulkan tantangan baru. Salah satu tantangan paling besar adalah menurunnya minat membaca dan menulis di kalangan siswa. Sekarang mereka lebih suka melihat konten singkat seperti video, status, atau meme daripada membaca tulisan panjang (Nuraini, 2020:43). Selain itu, menulis juga dianggap sulit dan membosankan. Banyak siswa bingung mulai dari mana saat diminta menulis. Mereka terbiasa mengetik singkat di chat, bukan membuat kalimat panjang yang teratur. Akibatnya, kemampuan berbahasa dan berpikir logis jadi menurun. Fasilitas belajar juga memengaruhi.
Tidak semua sekolah punya perpustakaan yang nyaman, dan tidak semua rumah membiasakan anaknya membaca (Hidayat, 2020:21). Kadang, metode guru juga masih terlalu monoton, belum memanfaatkan teknologi untuk menarik minat siswa (Kurniawan, 2019:72). Tantangan lainnya, di era digital ini informasi sangat banyak dan datang dari mana saja. Kalau siswa tidak punya kemampuan literasi yang baik, mereka bisa mudah percaya pada berita bohong atau informasi yang tidak benar. Jadi, literasi digital juga penting supaya siswa bisa bijak dalam mencari dan menyaring informasi.
Apa yang Harus Dilakukan
Sebagai upaya agar minat membaca dan menulis bisa tumbuh lagi, kita perlu cara-cara baru yang lebih kreatif dan sesuai dengan zaman. Pertama, teknologi sebaiknya dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan literasi. Guru bisa mengenalkan e-book, blog, atau artikel online yang menarik. Siswa juga bisa diajak membaca cerita digital sesuai minat mereka, lalu mendiskusikannya di kelas (Kurniawan, 2019:74).
Kedua, menulis harus dibuat menyenangkan. Tidak harus langsung menulis karangan panjang, bisa mulai dari hal-hal sederhana seperti menulis pengalaman sehari-hari, cerita pendek, atau puisi. Sekolah juga bisa membuat blog atau majalah online tempat siswa mempublikasikan karyanya (Dalman, 2014:58).
Ketiga, berikan penghargaan untuk setiap usaha siswa. Misalnya dengan lomba menulis, tantangan membaca, atau pameran karya tulis. Dengan begitu, siswa akan merasa bangga dan termotivasi (Nurgiyantoro, 2012:80). Keempat, biasakan membaca setiap hari. Tidak perlu lama, cukup 10 menit sebelum pelajaran dimulai. Kalau di rumah, orang tua bisa meluangkan waktu membaca bersama anak (Hidayat, 2020:25). Dengan langkah-langkah sederhana tapi konsisten, budaya membaca dan menulis bisa tumbuh lagi, bahkan di tengah derasnya arus digitalisasi.
Penutup
Menumbuhkan minat membaca dan menulis di era digital memang penuh tantangan, tapi bukan hal yang tidak mungkin. Justru dengan teknologi, kita bisa membuka lebih banyak cara agar kegiatan literasi jadi menarik dan menyenangkan. Guru perlu berinovasi, sekolah harus memberi ruang dan dukungan, sementara orang tua bisa menjadi contoh di rumah. Kalau semua pihak ikut berperan, siswa akan tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya cerdas secara digital, tapi juga kaya pengetahuan dan tetap mencintai Bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan bangsa.









