Oleh: Adinda Nurhasanah
Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe
Saat ini kita hidup di era digital yang membuat hampir semua kegiatan manusia tidak bisa lepas dari teknologi. Anak-anak SD/MI pun kini sudah akrab dengan handphone baik untuk belajar, bermain game, menonton video, maupun berkomunikasi. Kemajuan teknologi memang membawa banyak manfaat, terutama dalam hal kemudahan belajar dan akses informasi. Tetapi di sisi lain, perkembangan ini memunculkan gejala baru yang cukup memprihatinkan, yaitu turunnya sopan santun dan etika dalam kehidupan sehari-hari anak. Seorang pakar pendidikan, Prof. Komaruddin Hidayat, mengibaratkan teknologi seperti pisau bermata dua: bermanfaat jika digunakan dengan benar, tetapi bisa merusak jika tanpa kontrol. Artinya, teknologi tidak boleh membuat anak lupa pada nilai akhlak dan budi pekerti.
Sopan Santun Anak SD di Masa Sekarang
Sopan santun adalah kebiasaan yang menunjukkan rasa hormat kepada orang lain, sedangkan etika adalah aturan moral tentang bagaimana seseorang bersikap dengan baik. Di masa sekarang, perilaku anak-anak SD mulai banyak berubah. Rasa hormat yang dulu diajarkan lewat ucapan dan tindakan kini mulai pudar. Beberapa contoh yang banyak terjadi yaitu anak berbicara keras kepada orang tua atau membantah tanpa rasa bersalah, tidak mengucapkan salam atau tidak menundukkan kepala saat bertemu guru, sering meniru kata-kata kasar yang didengar dari YouTube, TikTok, atau game online, mengolok-olok teman hanya untuk hiburan, malas meminta maaf, dan tidak terbiasa mengucapkan terima kasih atau permisi.
Psikolog anak Seto Mulyadi mengatakan bahwa anak-anak sekarang kurang empati karena terlalu sering berinteraksi melalui layar dan terlalu sedikit berinteraksi dengan manusia secara langsung. Hal ini membuat anak sulit merasakan perasaan orang lain dan jadi kurang menjaga sikap.
Peran Sekolah dan Guru dalam Mengatasi Masalah ini
Sekolah adalah tempat yang sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Guru tidak cukup hanya mengajar ilmu pengetahuan, tetapi juga harus menjadi contoh dalam berbicara, bersikap, dan memperlakukan orang lain. Pesan Ki Hajar Dewantara yang terkenal “guru di depan memberi teladan, di tengah membimbing, dan di belakang mendorong” masih sangat relevan untuk membentuk sikap siswa.
Sekolah dapat menanamkan sopan santun melalui pembiasaan yang sederhana, seperti membiasakan anak memberi salam saat masuk kelas, melatih anak berbicara lembut dan menghormati teman, membiasakan anak meminta izin sebelum bicara, mengingatkan anak menjaga kebersihan dan sikap di kelas dan mengintegrasikan pendidikan akhlak dalam semua mata pelajaran. Jika pembiasaan dilakukan terus-menerus, anak akan terbiasa bersikap sopan di lingkungan mana pun.
Orang Tua dan Pengawasan di Rumah
Selain sekolah, keluarga adalah tempat pertama dan utama yang membentuk sikap anak. Anak belajar sopan santun bukan dari ucapan, tetapi dari apa yang ia lihat di rumah. Oleh karena itu, orang tua perlu memberi contoh ketika berbicara kepada pasangan, tetangga, atau orang lain. Sikap orang tua akan direkam dan ditiru oleh anak. Penggunaan handphone di rumah juga harus diawasi. Anak tidak boleh dibiarkan menonton konten tanpa batas atau mengikuti bahasa kasar dari media sosial. Psikolog keluarga Elly Risman menekankan bahwa anak tidak hanya butuh diawasi, tetapi butuh didampingi. Kehadiran orang tua saat anak berinteraksi dengan teknologi jauh lebih penting dari pada sekadar memberi larangan.
Penutup
Menurunnya sopan santun dan etika pada anak di era digital adalah kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Teknologi akan terus berkembang, tetapi nilai moral dan akhlak tidak boleh ikut hilang. Sekolah, guru, dan orang tua harus bekerja sama untuk membimbing anak agar tidak hanya pintar mengoperasikan teknologi, tetapi juga memiliki sikap yang santun dan beretika dalam kehidupan nyata. Kecerdasan sejati tidak hanya soal bisa menguasai teknologi, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bersikap hormat, menjaga tutur kata, dan berbuat baik kepada sesama. Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak zaman sekarang tetap bisa menjadi generasi digital yang beradab, santun, dan bermoral.









