Home / Mahasiswa / Berbahasa Daerah di Era Digital? Kenapa Nggak!

Berbahasa Daerah di Era Digital? Kenapa Nggak!

Oleh: Salwa Saskia Aulia

Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Bahasa adalah identitas suatu bangsa, Bahasa adalah cara kita berinteraksi bukan hanya sekedar  alat komunikasi, tetapi juga cerminan cara berpikir, bertindak, dan memaknai kehidupan. Di Indonesia, bahasa daerah merupakan salah satu warisan paling berharga yang memperkaya mosaik kebudayaan nasional dan menjadi pembeda antara negara lain. Namun, di tengah arus globalisasi dan dominasi budaya digital, eksistensi bahasa daerah kian terdesak dan hampir punah. Generasi muda kini lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di lingkungan keluarga.

Sebagian dari mereka menganggap bahwa menggunakan bahasa daerah terkesan kuno dan tidak relevan dengan zaman modern yang berdigital seperti sekarang. Padahal, berbahasa daerah bukan berarti tidak keren. Justru, kemampuan menjaga dan menggunakan bahasa daerah menandakan kecerdasan budaya seseorang. Dalam setiap ungkapan lokal tersimpan nilai moral, falsafah hidup, dan kearifan yang diwariskan turun-temurun. Bahasa daerah menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, sekaligus pengingat bahwa kemajuan tidak harus berarti kehilangan akar budaya.

Jika ditelesuri lebih dalam, turunnya penggunaan bahasa daerah tidak hanya disebabkan oleh perkembangan teknologi, tetapi juga oleh hilangnya rasa bangga terhadap identitas lokal. Banyak anak muda lebih memilih meniru gaya komunikasi global agar dianggap modern. Padahal, modernitas tidak semestinya dimaknai sebagai penolakan terhadap tradisi, melainkan kemampuan mengadaptasi nilai-nilai lama ke dalam konteks baru. Dengan kata lain, menjadi modern bukan berarti meninggalkan budaya sendiri. Tetapi menjadikannya bagian dari narasi kemajuan,bukan berarti berbahasa asing itu salah,karena Bahasa itu penting untuk dipelajari. semua itu butuh kesadaran diri agar tidak melupakan Bahasa dan budaya sendiri didalam lingkungan sendiri.

Refleksi Kritis masalah hilangnya Bahasa Daerah di kalangan Gen Z

Mengapa generasi muda cenderung mengabaikan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari?. Fenomena ini muncul karena adanya persepsi sosial bahwa bahasa daerah itu ketinggalan zaman dan tidak memiliki nilai ekonomi maupun prestise sosial. Pengaruh media massa dan sistem pendidikan yang lebih menekankan bahasa nasional juga memperkuat anggapan tersebut. Akibatnya, bahasa daerah semakin jarang digunakan, bahkan di lingkungan rumah tangga yang seharusnya menjadi ruang pelestarian paling alami.

Bagaimana strategi efektif agar bahasa daerah tetap relevan di tengah arus digitalisasi komunikasi? Bahasa daerah harus dibawa masuk ke ruang digital agar tetap hidup dan dikenal. Anak muda dapat memanfaatkannya dalam konten kreatif seperti video pendek, lagu, puisi, atau podcast berbahasa daerah. Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan komunitas budaya juga perlu berkolaborasi untuk menciptakan platform edukatif dan kompetisi yang menumbuhkan kebanggaan terhadap bahasa lokal. Integrasi bahasa daerah dalam kurikulum sekolah, tanpa harus bersifat kaku atau formal, juga bisa menjadi langkah strategis untuk menjaga eksistensinya berbahasa daerah agar tetap ada di era modern sekarang.

Apakah pelestarian bahasa daerah masih penting di era global yang menuntut keseragaman Bahasa yang sangat banyak dan luas didalam generasi sekarang? Sangat penting. Justru di era globalisasi, identitas budaya menjadi pembeda utama antarbangsa. Bahasa daerah mengandung nilai-nilai sosial dan spiritual yang membentuk karakter suatu generasi. Melestarikannya berarti menjaga keberagaman cara berpikir, memperkuat jati diri bangsa, serta memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak terhapus oleh arus modernisasi apalagidi era generasi sekarang.
Bagaimana peran generasi muda dalam mempertahankan eksistensi bahasa daerah?
Generasi muda memiliki peran yang sangat penting. Mereka bukan hanya pengguna bahasa, tetapi juga agen perubahan sosial. Melalui kreativitas dan teknologi, mereka dapat memperkenalkan bahasa daerah ke audiens yang lebih luas. Contohnya, membuat konten edukatif atau hiburan dengan dialek lokal, menulis karya sastra dwibahasa, atau mengadakan kegiatan komunitas berbasis budaya daerah. Langkah kecil seperti menggunakan bahasa daerah dalam percakapan keluarga pun sudah menjadi bentuk kontribusi nyata terhadap pelestarian budayadilinkungan sekitar.

Bagaimana jika bahasa daerah dibiarkan hilang dan punah? Jika hal itu terjadi, bangsa Indonesia akan kehilangan sebagian besar dari akar budayanya. Punahnya bahasa berarti punahnya pengetahuan, tradisi, dan cara pandang unik terhadap dunia. Lebih jauh, hal itu akan mengurangi kekayaan identitas nasional dan menjadikan masyarakat kehilangan orientasi budaya. Oleh karena itu, pelestarian bahasa daerah bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan kebutuhan untuk menjaga identitas kita ,bahwa kita dari bagian budaya tersebut. Dengan Bahasa yang tetatp terjaga maka akan terjaga keberlanjutan budaya ini samapai  kapan pun dan kita tidak akan khawatir lagi akan kepunahan suatu Bahasa atau budaya.

Penutup
Berbahasa daerah bukan tanda keterbelakangan, melainkan simbol kebanggaan dan kecintaan terhadap tanah air. Keren bukan berarti meniru budaya luar, tetapi mampu berdiri tegak dengan identitas sendiri. Di era global ini, generasi muda dituntut untuk menjadi pribadi yang terbuka terhadap perubahan tanpa kehilangan akar budayanya. Menjaga bahasa daerah berarti menjaga salah satu roh kebangsaan. Maka, mari kita mulai dari hal sederhana; berbicara dengan bahasa ibu kepada keluarga, menulis status media sosial dengan bahasa daerah, atau sekadar menyapa teman dengan dialek khas daerah masing-masing. Sebab, ketika kita menjaga bahasa daerah, sesungguhnya kita sedang menjaga Indonesia-dalam keragamannya yang indah dan berharga.

Tinggalkan Balasan